ADVERTISING GIMMICK
PADA PENAWARAN PERUMAHAN
Istilah 'arsitektur berkelanjutan' atau lebih populer dengan sebutan 'arsitektur hijau' adalah suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha untuk meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan lingkungan yang dapat diartikan pula sebagai bidang dalam ilmu arsitektur yang proses perancangannya memperhatikan keberlanjutan daya dukung lingkungan tempat hasil perancangan itu berada. Frase 'arsitektur hijau' sendiri pada akhirnya lebih banyak digunakan pada penawaran perumahan dengan anggapan bahwa konsumen lebih mudah memahami kata 'hijau' sebagai kata yang mewakili lingkungan alam yang baik.
Kerancuan pemahaman atas 'arsitektur berkelanjutan' sebagai bidang ilmu arsitektur dengan 'arsitektur hijau' sebagai istilah komersial, menjadi salah satu penyebab tidak adanya konsep arsitektur hijau yang jelas dalam perumahan yang ditawarkan penyedia. Dengan orientasi laba, penyedia akhirnya hanya menyediakan arsitektur hijau sebagaimana yang dipahami luas oleh masyarakat. Pemahaman paling umum arsitektur hijau adalah rumah/perumahan yang memiliki banyak tumbuhan disekitarnya, berada di lingkungan alami yang menarik dan berudara segar serta layak dihirup, memiliki air jernih dan dapat dimanfaatkan, memiliki banyak lahan terbuka hijau disekitarnya, memiliki taman di kompleks perumahan, dan ada kata 'hijau' atau 'green' ataupun ada gambar benda pada nama dan logo perumahan.
Kriteria rumah ber-arsitektur hijau pada pemahaman umum tersebut tentunya tidak cukup untuk dapat melakukan kontra-aksi terhadap kerusakan lingkungan. Sebaliknya, konsep-konsep arsitektur berkelanjutan yang ditujukan untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan justru tidak diterapkan pada 'perumahan-perumahan ber-arsitektur hijau' tersebut. Arsitektur berkelanjutan adalah bangunan/rumah/perumahan yang:
- Efisien dalam penggunaan energi. Dianjurkan agar seluruh energi dapat dipenuhi sendiri atau bila memungkinkan bangunan dapat menghasilkan energi tambahan. Seperti penggunaan pembangkit listrik skala mikro (panel surya, turbin angin, dsb) dan efisiensi sistem HVAC (Heating, Ventilating, Air Conditioning) dalam bentuk penggunaan ventilasi silang, penyimpanan panas dalam bangunan, dsb.
- Menggunakan material berkelanjutan, dengan tidak mengeksploitasi alam, dan tidak menggunakan banyak energi dalam proses produksi, transportasi, pemasangan, maupun perawatan.
- Efisiensi dalam pengelolaan limbah, dianjurkan agar perumahan tidak menghasilkan limbah sama sekali (zero waste) untuk dibuang ke luar perumahan dengan cara pengelolaan limbah cair, penyerapan air hujan, daur ulang sampah non-organik, pemberdayaan sampah organik
- Meminimalisasi penggunaan energi dalam kegiatan dan mobilitas penghuni dalam beraktifitas, baik didalam maupun keluar lingkungan, dengan cara menyediakan transportasi umum, baik di dalam perumahan maupun keluar perumahan (ke pusat kota, tempat kerja, dll), penyediaan sarana publik didalam perumahan (rumah ibadah, sekolah, ruang terbuka hijau, dsb)
- Memungkinkan manusia berkegiatan tanpa merusak ekosistem sekitarnya.
Ketika tidak memperhatikan kriteria diatas, 'perumahan ber-arsitektur hijau' menjadikan 'arsitektur hijau' sebagai gimmick yang hanya berfungsi untuk menangkap calon konsumen, namun berperan tidak optimal pada proses pencegahan kerusakan lingkungan. Penyedia perumahan menggunakan embel-embel 'hijau' pada penawarannya, sebagian besar didasarkan sebagai cara untuk menarik minat calon konsumen. Kata 'hijau', 'arsitektur hijau' maupun 'perumahan hijau' tersebut tidak memiliki pengesahan apapun dari lembaga apapun (semisal Green Building Council Indonesia)
Penyedia perumahan juga seringkali rancu dalam membedakan 'perumahan hijau-berkelanjutan' dengan 'kegiatan menikmati/melestarikan lingkungan'. Beberapa perumahan memiliki area dimana masyarakat dapat berinteraksi dengan alam, seperti arena outbound, sawah artifisial, perbukitan, dsb. Beberapa lainnya memiliki area komersial bertemakan alam, seperti taman bermain alam bertema hutan, restoran bertema danau, dsb. Beberapa lainnya lagi memiliki area yang memungkinkan masyarakat belajar melestarikan alam, seperti kebun pembibitan (nursery), taman konservasi, taman belajar alam, kebun bercocok tanam, dsb.
Beberapa perumahan kemudian mengklaim kegiatan area-area tersebut sebagai bagian dari program 'perumahan hijau'nya. Mereka memanfaatkan popularitas kegiatan dan area tersebut di kalangan masyarakat untuk mengesahkan klaim tersebut. Klaim tersebut tentunya tidak sepenuhnya salah, mengingat salah satu kriteria 'arsitektur berkelanjutan' adalah keberlanjutan dalam hal ekologi; kegiatan manusia tidak boleh merusak ekosistem di sekitarnya. Proses pembelajaran dalam kegiatan dan di area-area tersebut tentunya mendukung keberlanjutan ekologi. Tetapi perlu diingat pula bahwa arsitektur berkelanjutan bukan cuma kegiatan tersebut. Ada beberapa kriteria penilaian untuk bangunan hijau, misalnya mulai dari pemilihan material bangunan, pemanfaatan air, kualitas udara, dan sebagainya.
Dapat disimpulkan, masih banyak penyedia perumahan yang menggunakan advertising gimmick 'arsitektur/perumahan hijau' pada produknya tanpa disertai aplikasi arsitektur berkelanjutan pada produknya tersebut. Dengan latar belakang keterdesakan untuk meminimalkan dampak kerusakan lingkungan, maka para penyedia perumahan tersebut harus didorong untuk dapat memproduksi perumahan hijau-berkelanjutan yang sebenarnya.